Jumat, 20 Juni 2014

PERAN PENDIDIKAN DALAM UPAYA PEMBERANTASAN BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA


Korupsi ilang, wani piro? Itulah kata yang sering kita dengar di televisi pada suatu iklan salah satu brand rokok di Indonesia. Pada iklan tersebut digamarkan seseorang yang sedang melamar pekerjaan akan tetapi ditolak karena korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian ketika ia hendak pulang, di tengah perjalanannya ia tidak sengaja bertemu dengan sosok jin, kemudian jin tersebut memberikan satu buah permintaan pada orang tersebut. Dan orang tersebut meminta kepada jin tersebut agar menghilangkan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. Namun apa jawaban dari jin tersebut, jin tersebut menjawab, “Korupsi ilang, wani piro?” Pada iklan ini digambarka bahwa begitu sulitnya menghilangkan budaya korupsi di Indonesia, bahkan sampai pada kalangan jin di Indonesia pun melakukan hal tersebut, yang menunjukan bahwa untuk menghilangkan korupsi pun memerlukan korupsi itu sendiri. Jadi, akan sangat sulit untuk lepas dari kata korupsi itu.
Kemudian masih pada brand yang sama, juga membuat suatu iklan yang menyinggung masalah korupsi, kolusi dan nepotisme, namun pada iklan kali ini konsepnya berbeda. Kali ini dengan konsep pertunjukan sulap, masih dengan tokoh yang sama yaitu jin. Sang jin menunjukan aksinya yaitu menghilangkan setumpuk kertas. Kemudian sang jin berkata, “Kasus korupsi, ilang.” Dan semua penonton bersorak-sorak bahkan ada yang bersorak “Ajaib-ajaib.” Yang menggambarkan bahwa jika kasus korupsi di Indonesia sampai benar-benar bisa hilang, itu merupakan suatu hal ajib, hal ajaib biasanya identik dengan hal yang tidak mungkin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kasus korupsi di Indonesia tidak akan pernah bisa hilang, bahkan sudah menjadi semacam tradisi atau kebiasaan pada masyarakat Indonesia. Yang mana tradisi, kebiasaan dan adat istiadat merupakan bagian dari budaya, maka dari itu ada istilah budaya korupsi di Indonesia. Yang mana korupsi itu dianggap sudah menjadi budaya bangsa Indonesia karena korupsi di Indonesia sudah secara turun temurun, dari generasi ke generasi berikutnya akan selalu ada kasus korupsi di Indonesia. Korupsi itu sendiri merupakan budaya yang negatif, maka perlu untuk diberantas dari masyarakat Indonesia.
Memberantas Budaya Korupsi di Indonesia
Untuk menghilangkan sesuatu, tentu yang harus kita lakukan adalah mengetahui sebab-sebab mengapa sesuatu itu ada. Begitu juga dengan korupsi, kita harus tahu mengapa korupsi itu ada atau dengan kata lain mengapa oknum atau seseorang yang mempunyai wewenang itu menyalah gunakan untuk melakukan tindakan korupsi. Tindakan korupsi dipengaruhi oleh banyak factor, salah satunya adalah sikap koruptif masyarakat Indonesia sendiri. Sikap koruptif ini sendiri nampaknya sudah sangat melekat pada msayarakat Indonesia. Sikap korupsi ini bisa berupa korupsi waktu. Korupsi waktu ini bisa kita perhatikan saat rapat, saat kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah maupun di perguruan tinggi, saat ada acara tertentu semacam tasyakuran atau yang lain, semua pasti terulur-ulur waktunya, saat rapat banyak anggota yang telat datang pada rapat, bahkan tidak hanya anggotanya saja yang terlambat, malah terkadang orang dengan posisi yang urgent itu turut terlambat menghadiri rapat. Kemudian pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah, banyak siswa yang telat dan ironisnya bukan hanya siswanya yang telat, tapi banyak guru atau tenaga pendidik yang datang terlambat dengan alasan ini dan itu menyangkut kepentingan pribadinya. Tidak hanya korupsi waktu yang menunjukan sikap koruptif masyarakat Indonesia. Sikap koruptif masyarakat Indonesia juga bisa digambarkan dengan siswa ataupun mahasiswa yang masih rajin mencontek. Ia berorientasi pada nilainya, yang berarti dia mementingkan dirinya untuk mendapatkan nilai yang baik apapun caranya. Ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, meskipun dengan cara mencontek. Sangat ironis bukan ketika siswa atau mahasiswa mengembor-gemborkan kata “Koruptor hukum mati.” Namun ia tetap saja mencontek. Dan ketika ia ditanya siapkah untuk tidak mencontek, semua diam, yang mana itu menunjukan bahwa ia tidak siap untuk tidak mencontek. Dan ini sama saja meminta orang lain untuk tidak korupsi, tapi ia sendiri malah korupsi. Jika dikembalikan pada konteks korupsi yang sebenarnya, memang itu tidak bisa dikatakan sebagai koruptor atau orang yang melakukan korupsi, karena korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. (Sumber: KBBI Online) Namun demikian, jika kita kaitkan dengan kepribadian koruptor yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, kemudian ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang ingin dicapainya, maka tidak akan jauh beda dengan guru atau tenaga pendidik yang datang terlambat, ia mementingkan kepentingan pribadinya daripada kepentinga umum atau kepentingan para siswa, begitu juga dengan siswa yang mencontek saat mengerjakan tugas, atau saat mengerjakan ujian. Ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, ia tidak memperhatikan resiko yang akan ditanggung temannya yang diconteki, bisa nilainya dibagi dua jika ketahuan atau bahkan bisa juga sama sekali tidak diberi nilai. Hal ini sama dengan koruptor yang tidak memperhatikan resiko yang akan dihadapi negara dan rakyat, rakyat akan sengsara dan negara akan merugi dalam jumlah yang besar, ia hanya peduli pada dirinya sendiri, yang ia prioritaskan adalah kepentingannya bisa tercapai. Sikap koruptif seperti inilah yang harus sejak awal diberantas.
Memberantas Sikap Koruptif Masyarakat Indonesia
Seperti yang sudah kita bahas di atas, bahwa salah satu penyebab terus menerus adanya tindakan korupsi di Indonesia adalah sikap koruptif bangsa Indonesia itu sendiri yang mana seakan-akan itu sudah sangat melekat dengan masyarakat Indonesia yang seolah-olah bahwa itu sudah tidak bisa dipisahkan lagi dari kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki sikap koruptif itu. Di sini peran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter sangat penting. Pada pendidikan kewarganegaraan ini, siswa akan diajarkan tenang kewarganegaraan itu sendiri diantaranya adalah hak dan kewajiban warga negara, tentang dasar-dasar negara, wawasan nusantara dan lain sebagainya. Selain itu dalam pendidikan kewarganegaraan juga diharapkan akan membentuk generasi-generasi penerus yang benar-benar memiliki kecintaan terhadap Indonesia, sehingga manakala ia menjabat suatu pemimpin nanti ia tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara. Disamping  itu, pendidikan kewarganegaraan  juga menanamkan nilai-nilai moral yang baik, yang akan menjadikan seseorang lebih baik dari segi moralitasnya. Yang diharapkan akan membentuk karakter generasi penerus menjadi lebih baik. Karena apa dalam pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter ini ditanamkan kepada siswa nilai-nilai moral, agama, dan karakter antikorupsi. Karakter anti korupsi dalam dunia pendidikan bisa diwujudkan dengan penanaman sikap anti mencontek, anti terlambat, anti tidak mentaati aturan sekolah dan lain sebagainya berkaitan dengan hal yang negatif di sekolah. Memang dengan mencontek siswa bukan berarti korupsi, tapi dengan mencontek siswa berarti telah melakukan sikap korupsi atau perilaku yang mencerminkan perilaku koruptif. Namun sampai saat ini sepertinya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter masih kurang begitu efektif untuk memberantas korupsi di Indonesia. Bahkan untuk memberantas perilaku koruptif di dunia pendidikan itu sendiri saja masih kurang efektif. Meskipun sudah ditanamkan, sudah diberikan pengertian tentang nilai-nilai moral, agama, dan sikap anti mencontek dan lain-lain, tapi masih banyak sekali siswa yang tetap saja mencontek, masih banyak sekali siswa yang terlambat, masih banyak sekali siswa yang tidak mentaati peraturan sekolah. Jika sikap koruptif seperti ini belum bisa terpecahkan, maka sampai kapanpun korupsi di Indonesia tidak akan pernah hilang. Karena generasi-generasi dengan sikap koruptif seperti itu juga akan menghasilkan calon-calon koruptor masa depan. Ini yang masih perlu kita benahi.
Selama ini, pelajaran pendidikan kewarganegaraan menjadi pelajaran yang kurang disukai oleh para siswa, entah karena pelajarannya yang memang membosankan, atau bisa juga cara penyampaiannya yang kurang menarik sehingga siswa terkesan enggan untuk mengikuti pelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan serius. Kemudian masalah pendidikan karakter juga belum benar-benar diterapkan dengan baik. Contoh saja ketika guru atau tenaga pendidik menggembor-gemborkan kepada siswa agar tidak terlambat sekolah, namun sangat ironis guru tersebut malah terlambat datang ke sekolah dengan alasan ini itu untuk kepentingan dirinya sendiri. Kemudian guru memerintahkan siswa untuk tidak mencontek, namun ketika siswa mencontek guru membiarkan saja dan tidak ada sanksi yang tegas kepada pelaku pencontekan itu. Sehingga siswa merasa biasa saja ketika ia ketahuan mencontek. Adapun missal siswa tidak diberi sangsi berupa sangsi yang berhubungan dengan fisik, siswa bisa diberi sangsi yang berhubungan dengan akademik. Misalkan saja siswa diberi tugas tambahan untuk menari suatu artikel dan meresumnya atau denga diberi tugas tambahan dengan memberinya pekerjaan rumah yang mana itu boleh ia diskusikan dengan temannya. Sehingga jika suatu saat menjumpai soal yang sama, siswa yang tadi mencontek bisa mengerjakan secara mandiri. Selain dengan memberikan sangsi demikian, guru juga harus mengadakan pembicaraan secara intensif dengan siswa yang menontek, jika perlu didatangkan orang tuanya dan dijelaskan bahwa anak ini telah mencontek, mungkin itu bisa sedikit membuat siswa jera untuk mencontek. Yang membuat siswa tidak jera-jera dalam melakukan pencontekan adalah sangsi yang kurang tegas terhadap tindak pencontekan itu. Tidak hanya dalam konteks mencontek sebenarnya, akan tetapi juga dalam konteks keterlambatan dan pelanggaran tata tertib sekolah yang lain. Dalam konteks mencontek ini, ada salah satu penyebab mengapa siswa melakukan penontekan. Yaitu orientasi siswa masih pada nilai, jadi siswa berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat nilai baik, entah apapun caranya, entah ia benar-benar paham dengan materi yang diujikan atau tidak, yang siswa ingin kejar adalah nilai bukan ilmu.
Cara paing efektif untuk mengubah orientasi siswa ini adalah dengan mengubah mindset siswa itu sendiri. Mindset siswa harus diatur sedemikian rupa agar tidak lagi berorientasi pada nilai, tapi kembali pada ilmu yang akan ia peroleh, karena jika siswa telah menguasai banyak ilmu yang diajarkan, nilai siswa tentu akan mengikuti sesuai dengan ilmu yang siswa kuasai yaitu akan baik pula. Akan tetapi jika siswa masih berorientasi pada nilai, maka ilmu belum tentu akan mengikuti nilainya. Siswa yang mendapat nilai seratus karena mencontek, belum tentu lebih pintar daripada siswa yang mendapat enam puluh dengan hasil kerjanya sendiri. Selain dengan mengubah mindset parasiswa, penanaman nilai-nilai religious dan moral juga perlu dilakukan terhadap siswa. Penanaman nilai-nilai moral bisa disampaikan pada pelajaran apa saja dalam dunia pendidikan di Indonesia, namun yang paling utama adalah pada pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama, baik agama islam agama kristen maupun agama yang lain, di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang baik.
Dalam pendidikan agama islam, tidak hanya nilai-nilai moral yang disampaikan kepada siswa, akan tetapi juga penerapan ajaran-ajaran tentang akhlak, keimanan dan lain-lain. Yang mana dengan pelajaran pendidikan agama islam ini dihrapkan bisa memperkuat iman para siswa, dengan iman yang kuat tentu ia akan semakin menyadari bahwa apa-apa yang akan ia lakukan adalah mendapat pengawasan dari Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT. Selain mendapat pengawasan, ia juga akan semakin menyadari bahwa akan ada kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini, yaitu kehidupan akhirat, kehidupan yang abadi dan tiada akhir, sehingga di dunia ini ia memfokuskan untuk membaguskan akhlaknya. Dengan akhlak yang bagus itu, tentu ia tidak akan melakukan tindakan korupsi, karena korupsi sama saja dengan mencuri, dan mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh agama.

Tidak hanya itu yang bisa dunia pendidikan lakukan untuk upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam sekolah-sekolah juga bisa diadakan seminar-seminar atau workshop tentang korupsi. Sehingga siswa sejak dini sudah menyadari tentang bahaya sikap koruptif yang siswa lakukan terhadap bangsa Indonesia. Karena sikap koruptif itu akan membentuk kader-kader koruptor yang siap untuk berkorupsi manakala ia mendapat wewenang untuk memegang suatu jabatan tertentu. Namun sayang, selama ini di sekolah-sekolah masih jarang sekali diadakan hal-hal yang semacam itu, seminar-seminar dan workshop tentang pentingnya memberantas budaya korupsi baru diadakan di dunia pendidikan tinggi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJI KOMPETENSI SERVIS SEPEDA MOTOR INJEKSI

Memuat…